Masih Melihat dengan Mata?
TEXT : JEMY VESTUS CONFIDO ( LIONMAG )
Apakah Anda mengalami salah satu atau beberapa gejala berikut ini?
Kesulitan mendapatkan uang yang Anda butuhkan?
Merasa lelah bekerja keras dan membanting tulang untuk mendapatkan uang?
Merasa telah mengerahkan segala cara namun uang yang Anda harapkan tak kunjung datang?
Jika jawaban Anda adalah "ya" terhadap salah satu, sebagian atau semua
pertanyaan di atas, mungkin selama ini Anda melihat uang dengan cara
yang salah. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak kisah berikut ini.
Suatu ketika, seorang tukang pembuat taman mendapatkan pesanan untuk
mengerjakan taman di sebuah rumah. Segera si pembuat taman menyampaikan
rincian biaya yang termasuk pembelian bahan-bahan, pembelian tanaman dan
upah kerja. Setelah terjadi tawar-menawar singkat akhirnya harga
disepakati dan keesokan harinya si tukang mulai bekerja. Namun
sesungguhnya si pemilik rumah belum melakukan survei harga sehingga ia
tidak mengetahui berapa harga yang wajar untuk pekerjaan tersebut.
Setelah pembuatan taman selesai dan pembayaran dilakukan, si pemilik
rumah akhirnya menyadari bila jumlah yang dibayarkannya jauh di atas
harga wajar. Si tukang memperhitungkan jumlah bahan yang dibutuhkan
hampir dua kali lipat dari jumlah yang sesungguhnya dipakai. Ia juga
menghitung tenaga kerja tiga kali lebih
banyak dari yang sesungguhnya. Yang lebih parah
Pada umumnya kita semua melihat uang dengan mata kita. Namun sesungguhnya ada dua cara lain untuk melihat uang...
lagi, harga tanaman yang ditagihkan empat kali lebih tinggi dari harga
yang sewajarnya. Mungkin si tukang akan berpendapat, "Salah sendiri,
kenapa tidak teliti sebelum membeli." Atau mungkin malah ia berpikiran,
"Dasar rejeki, darimana aja dah datangnya." Sepintas, sepertinya si
tukang diuntungkan karena kecerdikannya dan si pemilik rumah dirugikan
karena kebodohannya. Tapi benarkah demikian?
Si pemilik rumah,
setelah menyadari bahwa dia dikerjai oleh si tukang, dengan segera
mengurungkan niatnya untuk menyerahkan pekerjaan lain kepada si tukang.
Si pemilik rumah sebenarnya bermaksud membuat taman yang lebih besar di
rumah lainnya. Namun kali ini ia lebih hati-hati. Selain ia melakukan
survey harga, ia pun mencari tukang lain yang memberi harga lebih pantas
dengan kualitas yang relatif sama. Bahkan, ketika salah satu
tetangganya tertarik untuk memakai jasa si tukang, si pemilik rumah
langsung mengingatkan si tetangga dengan menceritakan kejadian yang
dialaminya. Segera tetangga-tetangga di sekitarnya mengetahui kejadian
tersebut dan akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk menggunakan jasa
si tukang. Bulan-bulan berikutnya, si tukang sepi order dan harus
mangkal di tempat lain di mana belum ada orang yang menyadari taktik
dagangnya. Tapi, segera setelah satu orang di tempat tersebut menyadari
dan menceritakannya, maka si tukang kembali harus berpindah tempat.
Demikian seterusnya ia akan bekerja semakin keras untuk memburu
penghasilan.
Pada umumnya kita semua melihat uang dengan mata
kita. Namun sesungguhnya ada dua cara lain untuk melihat uang. Selain
melihat uang dengan mata, manusia juga sebenarnya bisa melihat uang
dengan pikiran dan melihat uang dengan hati. Namun karena sebagian besar
dari kita sejak kecil telah terbiasa melihat uang dengan mata maka
kemampuan kita untuk melihat uang dengan pikiran dan melihat uang dengan
hati menjadi menurun bahkan hampir hilang. Sampai sini mungkin para
pembaca bertanya-tanya, apa sebenarnya perbedaan antara melihat uang
dengan mata, melihat uang dengan pikiran dan melihat uang dengan hati?
Semoga ilustrasi berikut membantu Anda.
Seorang pengamen masuk
ke sebuah rumah makan. Segera ia mendatangi salah satu meja di mana
sebuah keluarga sedang asyik menyantap ikan bakar. Pengamen itu pun
segera memainkan gitarnya dan mulai menyanyi di dekat keluarga tersebut.
Baru satu baris lagu dinyanyikan, si pengamen segera menyodorkan kaleng
kosong kepada salah satu anggota keluarga tersebut. Sang Ibu yang
sedang asyik menyantap hidangan dan tangannya masih belepotan kecap dan
sambal dengan sangat berhati-hati dan bersusah payah merogoh uang receh
dari tasnya. Kehadiran pengamen ini bukannya memberikan keceriaan tetapi
sungguh mengusik ketenangan pengunjung yang hadir. Selain suara sang
pengamen fals, gitar tidak berirama, ia pun mendesak pengunjung untuk
segera mengeluarkan uang. Sebelum ada tanda-tanda pengunjung akan
mengeluarkan uang, si pengamen akan mulai mengetuk-ngetukkan kaleng
kosong tersebut ke meja makan. Dan sebaliknya, begitu uang diterima, si
pengamen pun langsung pindah ke meja lain. Pengamen tersebut melihat
uang dengan mata. Dan berapa uang yang ia dapat? Mungkin seratus perak
per pengunjung. Sesekali mereka mungkin mendapatkan pengunjung yang
memberi mereka lima ratus atau seribu perak.
Di tempat makan
yang lain, dengan menu yang sama yaitu ikan bakar, seorang pengamen lain
mengambil tempat di salah satu sudut. Ia sudah melengkapi dirinya
dengan microphone, gitar dan harmonika. Pada saat pengunjung mulai
berdatangan, maka pengamen ini pun mulai melantukan lagu-lagu yang
digemari oleh para pengunjung. Ia sangat terampil memainkan gitar dan
harmonikanya di samping suara yang merdu ia lantunkan. Setiap kali ia
menyelesaikan satu lagu, ia tidak pernah meminta pengunjung untuk
mengumpulkan uang. Bahkan ia sebenarnya tidak pernah meminta uang sama
sekali selain meletakkan sebuah kotak persis di samping tempat ia
berdiri. Apa yang terjadi?
Masih melihat uang dengan mata? Maka julukannya
'mata duitan'. Cara melihat yang berbeda, memberi
rezeki yang berbeda pula..
Para pengunjung yang merasa terhibur oleh kehadiran sang pengamen satu
per satu mulai memasukkan uang ke dalam kotak itu. Biasanya, uang yang
dimasukkan adalah uang kembalian dari membayar makanan mereka. Karena
pada saat mereka memasukkan uang tersebut mereka tidak direpotkan oleh
tangan yang kotor karena makanan serta mereka sedang memegang uang
pecahan satuan besar plus merasa terhibur dengan performance si pengamen
maka pengamen kedua ini pun mendapatkan pemberian yang lebih besar
dibandingkan pengamen pertama sebelumnya. Rata-rata para pengunjung
memberikan seribu perak bahkan cukup banyak yang memberikan lima ribu
perak. Pengamen yang satu ini melihat uang dengan pikiran. Ia telah
memikirkannya dengan teliti bahwa bila ia menyodorkan kotak uangnya pada
para pengunjung, maka pengunjung akan memberi dalam keadaan terpaksa.
Dan uang yang diberikan secara terpaksa biasanya kecil jumlahnya.
Di rumah makan yang lainnya lagi, dengan menu tetap ikan bakar,
pengamen yang berbeda menggunakan pakaian yang rapi. Dia menyapa ramah
para pengunjung dan menghampiri meja mereka satu per satu. Dengan sangat
sopan dan bersahabat, ia menanyakan apakah ada lagu kesukaan pengunjung
yang ingin ia nyanyikan. Bila ada, maka ia pun segera memetik gitarnya
dan melantunkan suaranya dengan merdu khusus untuk pengunjung tersebut.
Pada setiap kesempatan ia selalu memastikan apakah para pengunjung bisa
menikmati lagu yang ia nyanyikan dan apakah kehadirannya bisa menghibur
dan menemani para pengunjung yang sedang menyantap hidangannya. Si
pengamen di sini tidak menyiapkan kotak uang apalagi kaleng kosong
seperti pengamen-pengamen sebelumnya. Ia hanya menggelar CD lagu-lagunya
dan memasang sebuah banner bertuliskan, "Marilah kita bersama-sama
mengembalikan masa depan anak-anak yang putus sekolah." Memang setengah
dari uang yang diperoleh si pengamen itu akan disumbangkan untuk
membantu anak-anak putus sekolah di salah satu kampung. Hebatnya lagi,
si pengamen tidak menetapkan harga untuk CD yang dijualnya itu. Bahkan
bila ada pengunjung yang berminat dengan CD-nya namun kebetulan
kehabisan uang untuk membayar makanan, maka si pengamen dengan senang
hati bersedia memberikan CD-nya tersebut gratis. Para pengunjung pun
beramai-ramai membeli CD si pengamen tersebut. Bahkan banyak di
antaranya yang membeli lebih dari satu untuk diberikan kepada temannya
sebagai hadiah. Uang yang diberikan para pengunjung pun jauh lebih
besar. Rata-rata mereka memberikan uang sepuluh hingga dua puluh ribu
perak namun cukup banyak juga yang bersedia memberikan lima puluh hingga
seratus ribu perak. Pengamen yang ketiga ini melihat uang dengan hati.
Ia tidak melihat uang sebagai penghasilannya namun sebagai ekspresi
kepuasan dan keikhlasan para pengunjung rumah makan tersebut. Bahkan ia
tidak memperhitungkan uang tersebut sebagai kepentinganya melainkan
sebagai kepentingan orangorang yang menggantungkan harapan kepadanya.
Apakah Anda sudah melihat uang dengan hati atau pikiran? Ataukah Anda
masih melihat uang dengan mata? Hati-hati! Ada julukan khusus untuk
orangorang yang selalu melihat uang dengan mata yaitu "mata duitan".
Bila Anda mengalami kesulitan dalam mendapatkan uang sebagai penghasilan
Anda, cobalah untuk menggunakan mata yang lain dalam melihat uang
tersebut. Melihat uang dengan pikiran membutuhkan kecerdasan finansial.
Melihat uang dengan hati membutuhkan kecerdasan spiritual yang
diantaranya meliputi keikhlasan dan kesabaran. Uang yang Anda harapkan
mungkin tidak serta merta langsung Anda rasakan saat itu. Namun bila
sudah tiba saatnya, uang itu akan datang secara berkelimpahan. Jauh
lebih banyak dari uang yang Anda peroleh secara instan. Cara melihat
yang berbeda ternyata memberikan rejeki yang berbeda pula. Dunia ini
memang mengajar kita dengan cara yang aneh. Bila kita terlalu bernafsu
untuk mendapatkan uang, justru uang itu menjauh dari kita. Semoga Anda
bisa mulai melihat uang dengan pikiran dan terlebih lagi dengan hati.